PERAYAAN HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA DAN KONSERVASI AIR
Air merupakan salah satu sumber daya vital untuk mendukung kehidupan yang ada di bumi, baik di atas dan di dalam permukaan bumi. Kehadiran dan kelimpahan air telah terjaga sejak zaman purbakala melalui adanya siklus hidrologi. Kestabilan untuk mendukung kehidupan di bumi akan berkaitan erat pula dengan adanya isu kualitas air dan distribusi air.
Kualitas air terkait dengan adanya ukuran standar atau parameter untuk peruntukkan air tersebut. Sejak dahulu, masyarakat hanya membedakan pemanfaatan untuk digunakan oleh manusia seperti untuk minum, mandi, cuci dan juga pemanfaatan bukan oleh manusia yaitu seperti untuk pertanian, perikanan, irigasi, kegiatan industri. Perkembangan ilmu pengetahuan lalu memilah peruntukkan air sesuai dengan kualitas tersebut mengacu para tiga parameter utama yaitu parameter fisika, parameter kimia, dan parameter mikrobiologi. Lalu, diperkuat dengan adanya regulasi untuk mengatur pemanfaatan air mengacu pada baku mutu air minum seperti di Permenkes Nomor 32 Tahun 2017, PP Nomor 22 Tahun 2021, Permenkes Nomor 2 Tahun 2023. Lalu untuk air limbah ada regulasi yang mengatur kualitas fisika, kimia, dan biologi seperti yang ada dalam UU Nomor 32 Tahun 2009, Permen LHK Nomor 68 Tahun 2016, dan Permen LHK Nomor 5 Tahun 2022. Secara tata aturan, negara kita telah cukup memiliki regulasi.
Isu tentang distribusi air akan erat dengan adanya sanitasi dan higiene dari instalasi yang digunakan untuk menyalurkan air ke para konsumen atau masyarakat. Lembaga yang mengatur itu seperti pada tingkat daerah dengan adanya Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) dan di tingkat nasional dengan kolaborasi antara kementerian seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta kementerian terkait lainnya. Pada tingkat lokal bermunculan para pengusaha yang mengolah air dan mendistribusikannya kepada masyarakat dengan air dalam kemasan, air minum isi ulang (DAMIU) serta penjualan air dengan adanya tanki-tanki air. Semua memiliki tujuan yang sama yaitu menyediakan air bersih bagi masyarakat. Akan tetapi, apakah semua masyarakat telah terpenuhi minimal kebutuhan airnya? Hal tersebut perlu kita diskusikan dan lakukan perbaikan dan /atau peningkatan menjadi lebih baik. Masih kita baca dan dengar lewat media massa dan media sosial bahwa ada beberapa daerah yang mengalami kekurangan air bersih. Hal ini tentu sangat disayangkan masih terjadi.
Setiap tanggal 5 Juni, secara global diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Sejarah mencatat bahwa peringatan ini diawali oleh adanya kepedulian bahwa telah terjadi perubahan di lingkungan yang cenderung membuat bumi menjadi rusak atau tidak layak untuk dihuni oleh sebab perbuatan manusia itu sendiri. Saat Konferensi Stockholm tahun 1972, lalu ditetapkan 5 Juni sebagai hari Peringatan Lingkungan Hidup Sedunia. Peringatan ini memiliki tujuan agar manusia menjadi sadar secara pribadi dan kelompok bahkan di tingkat global untuk melakukan aksi-aksi nyata pendidikan, perbaikan dan aksi nyata untuk menjaga bumi. Ada terlalu banyak isu di lingkungan ini yang telah diangkat sejak perayaan Hari Lingkungan Hidup mulai dari degradasi keanekaragaman hayati, dampak sampah dan limbah, perubahan iklim dan masih banyak lainnya. Apakah sudah ada perbaikannya? Ini pertanyaan yang perlu dijawab secara pribadi dan secara komunal, baik di tingkat daerah, regional, dan internasional.
PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEBERLANJUTAN AIR BERSIH
Sebelum peringatan Hari Lingkungan Hidup 5 Juni 2024 yang mengangkat tema “Land Restoration, Desertification, and Drought Resilience” maka di Indonesia, tepatnya di Pulau Bali telah diselenggarakan pertemuan tingkat dunia. World Water Forum ke-10, diselenggarakan sejak 21 – 22 Mei 2023. Pertemuan yang melibatkan banyak stakeholder dari pemerintah, akademisi, LSM, dan swasta. Ada sekitar 108 negara dan 30 organisasi hadir dan mengangkat tema “Water for Shared Prosperity”. Ini sejalan dengan tujuan ke-6 dalam Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu Clean and Water Sanitation. Dalam pertemuan yang memiliki tujuan mulia ini, Indonesia sebagai tuan rumah menyampaikan empat usulan yaitu penetapan World Lake Day (WLD) oleh sebab telah banyak berkurangnya danau atau situ, pembentukkan Centre of Excellence on Water and Climate Resilience (COE) untuk mengadakan kolaborasi riset dan pertukaran data, ketiga Water Management for Small Island sehingga pulau-pulau luar mampu untuk memproduksi air bersih secara inklusif, dan keempat penyusunan Compendium of Concrete Deliveables and Actions untuk menyelenggarakan proyek air bersih yang inklusif namun sukarela. Kegiatan World Water Forum ke-10 perlu memberikan segmen kepada pengambil kebijakan atau stakeholder tingkat lokal dan juga menampung aspirasi masyarakat. Hal ini sebab, isu-isu yang didiskusikan bukan di level atas, tapi dialami langsung oleh masyarakat dan pemimpin lokal. Kita tidak berharap bahwa hanya para pemimpin level atas yang paham dan memberikan keputusan dari atas atau top down, tapi perlu saran dari tingkat bawah. Fakta yang sering terjadi bahwa para pemimpin mendapatkan informasi hanya terbatas dan terkadang mendapatkan informasi hanya dari sumber yang memiliki kepentingan tertentu saja. Hal ini tentunya akan memiliki akibat dan dampak negatif dalam pengelolaan air dan sumber air di bumi. Selanjutnya, apakah makna kegiatan peringatan Hari Lingkungan Hidup terkait World Water Forum ke-10.
Air sebagai salah satu kebutuhan mendasar bagi kehidupan baik manusia, hewan, tumbuhan, dan mikrobia sangatlah perlu tersedia dengan cukup. Salah satu isu peringatan hari Lingkungan Hidup Sedunia tanggal 5 Juni 2024 yaitu pada segmen “drought resilience”. Kuantitas, kualitas, dan distribusi air di bumi secara ideal harusnya tercukupi untuk 8,09 miliar jiwa manusia (World Population Review, 2024). Kenyataan berbicara yang sebaliknya yaitu bahwa kuantitas, kualitas, dan distribusi air tidak sedang dalam keadaan yang baik. Walaupun memang sejak dulu, ada beberapa daerah atau region yang memiliki ketidakcukupan terhadap air, tapi kehidupan di daerah tersebut masih dapat berlanjut. Hal ini dilakukan dengan adanya masyarakat yang bergerak untuk mencari air atau sumber air untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akan tetapi, saat ini beberapa sumber air yang dulunya masih menyediakan air telah berkurang debit airnya bahkan mengering. Kurang tersedianya air yang berkualitas akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan anak-anak dan remaja. Asupan air yang kurang bagi tubuh akan menimbulkan dehidrasi yang berdampak pada penumpukan bahan toksik, perut mual dan tidak bernafsu makan. Hal ini berpengaruh pada proses metabolisme tubuh yang sangat memerlukan air (H2O) sebagai pelarut semua proses anabolisme dan katabolisme dalam tubuh. Ketersediaan air yang cukup akan membuat anak dan remaja bahkan orang dewasa menjadi sulit untuk berkonsentrasi dalam aktivitas, termasuk belajar. Lalu, pasti terjadi penurunan kemampuan mengingat, kemampuan belajar, dan menjadi tidak cerdas.
KOLABORASI KONSERVASI AIR DAN PEMANFATAAN TIK (TEKNOLOGI, INFORMASI DAN KOMUNIKASI)
Pemerintah perlu memikirkan, merencanakan dan melaksanakan penyediaan air bersih bagi masyarakat. Kita patut bangga sebab pemerintah berusaha untuk menyediakan air bersih dengan membangun bendungan. Untuk daerah NTT tercatat ada bendungan yang terbangun baru seperti bendungan Raknamo, bendungan Rotiklot, bendungan Temef, bendungan Manikin, bendungan Mbay. Walaupun dengan kondisi geomorfologis yang memiliki bentang alam karst, NTT memiliki peluang untuk tersedianya air bersih. Lalu, kenapa air bersih belum merata? Atau, mengapa daerah tertentu tetap mengalami kekeringan? Ternyata faktor geomorfologis tidak dapat kita tolak. Kita perlu beradaptasi dengan kondisi geomorfologis di NTT. Kita perlu mengakui bahwa pada beberapa daerah ketersediaan air tanah memang tidak cukup sehingga masyarakat beradaptasi dengan mengambil air dari luar daerah asal. Sayangnya bahwa perilaku beberapa oknum atau lembaga tertentu atas nama untuk mengolah tanah masih melakukan pembukaan lahan secara besar-besaran atau dengan membakar. Alhasil bahwa air atau sumber air yang ada menjadi berkurang debetnya. Siklus hidrologi menjadi terganggu. Ini akan menimbulkan bencana ekologis dan berdampak pada ekonomis atau kesejahteraan bersama.
Kolaborasi merupakan kata kunci yang penting. Semua organ secara individual, kelompok kecil, regional, nasional bahkan internasional perlu berkolaborasi secara sinergis. Kegiatan World Water Forum ke-10 dapat menjadi salah satu akselerator perubahan untuk melindungi atau mengkonservasi air. Tantangan yang lainnya bahwa tidak boleh memegang ego sektoral dan mau menang sendiri. Ini adalah aksi bersama. Kita dapat meningkatkan partisipasi semua pihak dengan memanfaatkan data dan /atau informasi. Kegiatan untuk sharing data dan /atau informasi menjadi salah satu poin yang penting. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) baik untuk produk-produk yang mampu meningkatkan aksi menjaga sumber air dan juga aplikasi atau jasa TIK yang mampu mendeteksi perubahan kualitas, kuantitas, dan masalah distribusi air. Perlu adanya peningkatan produk dan jasa layanan berbasis TIK yang perlu digalakkan untuk mengobservasi dan mengkonservasi air dan sumber daya air. Data parameter fisika, kimia dan mikrobiologi air yang telah dianalisis dari laboratorium dapat diolah dan dibuat dalam bank data untuk analisis terkait pengambilan kebijakan yang sesuai dengan kondisi lokal. Ingatlah pepatah “think globally, act locally”, yang perlu ditambahkan dengan “save digitalize, process output”
Momentum perayaan Hari Lingkungan Hidup di setiap tahun tetap menjadi bagian yang baik. Akan tetapi, perayaan tersebut hanya sebagai pengingat bahwa kita perlu bersama-sama untuk merawat bumi kita, termasuk melestarikan air dan sumber air. Kita tidak sendiri di bumi. Bumi ini adalah titipan dari generasi mendatang yang perlu kita jaga sebelum kita kembalikan kepada pemiliknya di masa depan. Kita sebagai manusia adalah sang bungsu dari ciptaan yang ada di bumi oleh Sang Pencipta. Oleh sebab itu, dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup di 5 Juni 2024 ini kembali menjadi patokan untuk mengevaluasi semua yang telah dikerjakan selama ini untuk merawat bumi atau lingkungan hidup. Hasil evaluasi menjadi standar untuk melakukan beberapa aksi pengendalian atau pengontrolan dan pada beberapa aksi perlu adanya peningkatan untuk mencapai hasil yang lebih efektif dan efisien. Mari kita bersama-sama. Semoga. (WIB, SMT, KJTS)
Willem Amu Blegur Sarci Magdalena Toy Krisantus Jumartho Tey Seran
Opini Penulis:
Willem Amu Blegur – Dosen dan Peneliti dari Universitas Timor
Sarci Magdalena Toy – Dosen dan Peneliti dari Universitas Nusa Cendana.
Krisantus Jumartho Tey Seran – Dosen dan Peneliti dari Universitas Timor.
Korespondensi Penulis: Willem Amu Blegur, Email : willemblegur@gmail.com
Editor: OKL