X
EUROPE ON SCREEN 2025 CONCLUDES WITH A POWERFUL MESSAGE ON EMPOWERING YOUNG VOICES AND CELEBRATING IN FILM DIVERSITY: EVENT HIGHLIGHTS INCLUDE ANNOUNCING THE SFPP WINNERS AND THE SCREENING OF THE BOY WITH PINK PANTS
Group photo of ambassadors, embassy representatives, European Union representatives, General Manager of Grand Sahid Jaya, and Co-Director of EoS 2025 (doc. EOS 2025) Librarypost.com Jakarta / Europe on Screen (EoS), the annual European Union (EU) Film Festival, officially concluded on Sunday, 22 June 2025 at Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta. Marking its 25th edition, EoS…
EUROPE ON SCREEN 2025 RESMI DITUTUP DENGAN PESAN KUAT TENTANG PEMBERDAYAAN GENERASI MUDA DAN PERAYAAN KEBERAGAMAN DALAM FILM: SEKALIGUS PENGUMUMAN PEMENANG SFPP DAN PEMUTARAN FILM THE BOY WITH PINK PANTS
Foto bersama para duta besar, perwakilan kedutaan, perwakilan Uni Eropa, General Manager Grand Sahid Jaya, dan Ko-Direktur EoS 2025 Librarypost.com Jakarta / Festival film tahunan Uni Eropa, Europe on Screen (EoS), resmi ditutup pada Minggu, 22 Juni 2025 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. Sebagai edisi ke-25, EoS terus menjadi jembatan budaya antara Eropa dan…
THREE NEW INDONESIAN FILM WINNERS OF EUROPE ON SCREEN 2024 SHORT FILM PITCHING PROJECT PREMIERED IN JAKARTA: SHOWCASING FRESH VOICES FROM BATU, CIREBON, AND BEKASI IN THE FILM INDUSTRY
SFPP EoS 2025 winners pose for a photo with H. E. Denis Chaibi, Leila Fernandez-Stembridge, Stephane Mechati, Marlina Machfud, and the Co-Director of EoS 2025 (doc. EOS 2025) Librarypost.com Jakarta / The premiere screening of three new Indonesian short films, winners of the Short Film Pitching Project (SFPP) Europe on Screen (EoS) 2024, was celebrated…

SIAPAKAH YANG BERUBAH: BUMI ATAU MANUSIA?

 

LibraryPost.com NTT / Bumi telah mengalami perubahan sejak jutaan tahun yang lalu. Aktivitas alamiah seperti letusan gunung api, gempa bumi, dan banjir menjadi contoh perubahan yang terjadi secara alami. Namun, perubahan yang paling berdampak saat ini adalah perubahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Hutan berubah menjadi permukiman, sawah berubah menjadi perumahan, pantai berubah menjadi tempat wisata, dan masih banyak yang berubah dalam bentang alam kita saat ini. Istilah konversi lahan menjadi contoh nyata bagaimana aktivitas manusia mengubah wajah Bumi. Akan tetapi, pertanyaan yang menarik adalah: siapakah yang sebenarnya berubah? Bumikah yang berubah atau manusialah yang berubah? Hal ini menarik untuk kita cermati sambil memaknai peringatan Hari Bumi yang sedianya diperingati setiap tahun pada tanggal 22 April.

PERUBAHAN BUMI

Bumi mengalami perubahan dari masa ke masa. Banyak pendapat secara empiris dan non empiris yang mencoba untuk menakar usia bumi, mulai dari terbentuknya sampai prediksi kerusakan bahkan kiamat bagi bumi. Satu hal yang pasti bahwa bumi kita yang tercinta ini, telah dan selalu mengalami perubahan. Kita dapat memilah perubahan tersebut atas perubahan alamiah atau oleh aktivitas bumi itu sendiri seperti letusan gunung api, gempa bumi akibat patahan dan/atau tubrukan lempeng bumi, serta adanya banjir di suatu wilayah yang memang telah “berlangganan” banjir. Selanjutnya, ada perubahan oleh adanya aktivitas kosmis yakni pada jutaan tahun yang lalu ada meteor yang menghantam permukaan bumi sehingga mengubah wajah bumi. Selain itu, yang paling berdampak saat ini dalam perubahan non alamiah yaitu adanya berbagai jumlah dan jenis aktivitas manusia. Kita mengenal istilah antropogenik. Misalnya manusia ingin membuat jalan yang melewati perbukitan maka ada dua pilihan yakni jalanan tersebut akan mengitari bukit atau jalanan tersebut akan membelah bukit tersebut. Aktivitas pembelahan bukit dan/atau penumpukkan batuan, pasir, aspal dan berbagai material lainnya akan mengubah wajah bumi secara non alamiah. Aktivitas antropogenik sangat massif saat ini. Manusia menggunakan bahan bakar fosil, deforestasi, urbanisasi, industrialisasi, intensifikasi pertanian, dan pada akhirnya pada pencemaran dan kerusakan lingkungan. Apakah perubahan seperti ini yang kita harapkan?

PERUBAHAN MANUSIA

Manusia juga mengalami perubahan. Sejarah kehadiran manusia sejak zaman prasejarah sampai zaman sejarah, baik tercatat maupun tidak tercatat bahwa satu hal yang pasti yakni manusia telah berubah. Perubahan morfologis yang dibuktikan oleh temuan-temuan fosil yang mengindikasikan perubahan ukuran dan isi dari dalam tubuh manusia. Selanjutnya, perubahan fisiologis yang dikaitkan dengan fungsi sel, jaringan, dan organ tubuh yang mengadaptasi terhadap ketersediaan jumlah dan jenis makanan, minuman, dan fisiologis lingkungan abiotik. Satu wujud perubahan yang penting yaitu perubahan perilaku. Adanya perubahan perilaku memberikan akibat dan dampak yang besar bagi manusia dan juga lingkungan hidup atau habitat serta ekosistem yang menopang kehidupan manusia. Pada zaman dahulu, perilakunya nomaden untuk mendapatkan makanan dan bergantung pada sumber makanan yang diberikan oleh alam atau food gathering, sedangkan pada masa kini manusia membudidayakan makanan baik sumber nabati dan hewani. Ekosistem pertanian dan peternakan berkembang dengan sangat pesat, meliputi budidaya di darat atau berbasis tanah (terrestrial) dan juga telah merambah ke perairan (marine). Kemajuan teknologi yang semakin pesat mendukung atau malah dapat menjadi faktor yang memperparah eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam. Perbandingannya bahwa di masa lalu, jika ingin mengembangkan padi di sawah maka manusia akan mencari lokasi dengan kriteria tanah yang relatif subur dan berada dekat dengan sumber air. Akan tetapi, saat ini manusia mampu untuk mengubah tanah yang masam menjadi tanah yang diprediksi tetap memiliki nutrisi tanah dan ketersediaan air yang cukup bagi pertumbuhan dan perkembangan serta produktivitas tanaman padi atau sejenisnya.

Kita telah mengatasnamakan penyediaan makanan bagi manusia sehingga kita boleh mengubah hutan menjadi kebun, membuat rawa menjadi sawah, dan menciptakan tanah kering menjadi wilayah yang kaya air. Hal ini memiliki nilai manfaat yang perlu diberikan apresiasi. Kita wajib memberikan pujian dan sanjungan untuk pencapaian tersebut. Beberapa pertanyaan yang timbul adalah apakah perubahan tersebut bersifat lestari bagi lingkungan abiotik dan komponen biotik? Apakah tumbuhan, hewan, atau mikroorganisme yang ada di lokasi tertentu merupakan jenis yang asli (native) ataukah dipindahkan dari daerah lain? Apakah akan mampu bertahan? Apakah memberikan dampak positif atau negatif (introduce species)? Kita masih memiliki beberapa pertanyaan lain yang pada hakekatnya untuk memastikan bahwa perubahan yang dialami oleh manusia atau perubahan yang ditimbulkan oleh manusia tidak memberikan akibat dan dampak negatif bagi lingkungan hidup dan kepada manusia itu sendiri.

Eksplanasi di awal tersebut akan membawa kita pada retorika yaitu siapa yang berubah dan siapa yang akan mempengaruhi siapa untuk berubah? Kita dapat memiliki perspektif sendiri. Kita mungkin mampu menyampaikan pandangan dan alasan logis untuk menjawab pertanyaan ini. Bahkan akan cenderung untuk mencari penyebab dan pihak yang bersalah. Pada jawaban-jawaban yang dapat muncul, kita menemukan dua jawaban relatif bahwa alam yang melakukan perubahan sehingga manusia ikut berubah. Opsi jawaban lainnya bahwa manusialah yang telah melakukan perubahan secara intensif dan massif terhadap alam sehingga alam ikut berubah. Sekali lagi bahwa kedua alternatif jawaban ini memiliki rasionalisasinya masing-masing. Walaupun demikian, kita mengacu pada perubahan alamiah yang tercatat dalam sejarah bumi, bahwa alam memang melakukan perubahan. Gunung api boleh saja meletus yang mematikan lingkungan hidup sekitar. Banjir dan tsunami mungkin terjadi dan merusak lingkungan pesisir, atau saat terjadi panas yang berkepanjangan dapat mengakibatkan kebakaran di padang sabana. Akan tetapi, secara alamiah pula, lingkungan hidup di sekitar gunung api yang meletus, lingkungan pesisir yang terkena banjir atau tsunami atau pun padang sabana yang sempat terbakar akan memulihkan diri sendiri. Alam memiliki mekanisme pemulihan diri sendiri atau disebut resilience. Pemulihan tersebut terjadi dan akan menopang kehidupan baru yang terbentuk secara perlahan (carrying capacity) dan menuju pada kehidupan yang lengkap dan kompleks (succession). Intinya perubahan dari alam akan kembali ke kondisi awal secara alamiah. Hal ini berbanding terbalik jika perubahan tersebut disebabkan oleh manusia atau antropocene threatened.

Pertanyaan filosofis yang dikemukakan oleh Malthus dengan teori pertumbuhan yang menyatakan peningkatan jumlah penduduk yang lebih tinggi daripada ketersediaan sumberdaya telah menimbulkan perbantahan. Teori ini disanggah oleh pemikiran yang baru sebab Malthus dianggap terlalu cemas memandang masa depan dan kurang mempertimbangkan perubahan sosial serta dinamika teknologi. Hal ini dapat menjadi dugaan yang benar. Saat ini, orang mencoba menekan jumlah penduduk dengan adanya berbagai program pengendalian jumlah penduduk seperti program keluarga berencana di Indonesia. Selain itu, bermunculan teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas pertanian dan peternakan untuk menyediakan sumber makanan. Dinamika sosial pun terjadi dengan perubahan yang cepat. Walaupun memang ada pengurangan jumlah penduduk dan hasil atau produk pertanian dan peternakan yang tinggi, tapi masih saja terjadi kompetisi di dunia manusia. Kita sadar atau tidak sadar, ada invisible hands yang mencoba untuk mengontrol sumber daya di bumi. Para konglomerat yang mengedepankan kepentingan diri atau kelompok secara rakus (greedy community) yang berusaha mendominasi kelompok yang lainnya. Para pemodal tersebut mendorong terjadinya deteriosasi lingkungan, baik pada kualitas mapun akses pada kuantitas sumber daya. Lalu, kompetisi ini akan memicu terjadinya predasi. Saat ini, kita sangat dekat dengan potensi pecah perang secara sipil dan juga yang dapat melibatkan elemen militer. Pada kenyataannya bahwa telah terjadi, sedang terjadi dan berpotensi akan terus terjadi perang di muka bumi ini. Falsafah Malthus mungkin diremehkan dengan kemajuan dan perubahan manusia, tapi fakta di lapangan menyatakan yang sebaliknya. Manusia akan saling memangsa atau homo homini lupus.

MENUJU KEBERLANJUTAN

Dengan demikian, muncul pertanyaan bagaimana menyikapi perubahan tersebut? Isu pokok yang digemakan saat ini adanya keberlanjutan atau sustainability. Keberlanjutan tersebut dikaitkan dengan pengelolaan sumber daya alam di bumi seperti pada pertanian yang berkelanjutan, peternakan yang berkelanjutan, dan penataan ruangan yang berwawasan lingkungan secara berkelanjutan. Konsep keberlanjutan ini perlu dan wajib untuk diajarkan sejak pendidikan sejak usia dini untuk mendorong pribadi dan komunitas yang sadar, peduli dan melakukan aksi nyata untuk melestarikan lingkungan dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Satu poin penting lainnya yaitu pada regulasi atau kebijakan lingkungan dan juga upaya penegakkan hukum lingkungan yang tegas dan berkomitmen. Di Indonesia, kita memiliki berbagai peraturan dan organisasi yang bertanggung jawab dan berkewenangan untuk mengelola lingkungan secara berkelanjutan. Apabila terjadi penyalahgunaan kewenangan tersebut maka ada sanksi atau hukuman yang diberikan kepada para pelanggar. Miris, fakta di lapangan ditemukan gaung penegakkan hukum lingkungan masih dijumpai belum terselesaikan dengan tuntas. Beberapa laporan adanya usaha atau kegiatan yang telah menimbulkan deteriorasi bahkan degradasi lingkungan masih tetap dibiarkan beroperasi oleh aparat penegak hukum.

PERINGATAN HARI BUMI

Saat ini, realitas tersebut sedang dibenturkan dengan adanya peringatan Hari Bumi secara mendunia. Pada peringatan Hari Bumi 2025 mengangkat tema “Kekuatan Kita, Planet Kita (Our Power, Our Planet)”. Aspek penting dalam tema tersebut yakni adanya partisipasi yang sinergis dan kolaboratif semua komponen masyarakat dimulai dari struktur terkecil seperti keluarga sampai pada negara. Problematika kerusakan lingkungan oleh sebab adanya perubahan pada dunia manusia telah menjadi fakta yang jelas terpampang. Seandainya perubahan manusia menjadi bukti yang nyata manusia menimbulkan ancaman pada lingkungan maka diperlukan perubahan mind set dan sikap serta perbuatan manusia untuk melestarikan lingkungan. Poin penting keberlanjutan secara positif perlu diperjuangkan bukan saat peringatan Hari Bumi saja, tapi juga secara simultan saat ini dan seterusnya dan dimulai dari diri kita yang dapat mempengaruhi sesama kita dan lingkungan. Kita perlu membudayakan 3R (reduce, reuse dan recycle). Kebiasaan untuk membawa kantong sendiri saat berbelanja, memanfaatkan botol air mineral sebagai botol minum, dan mengubah plastik atau ban karet menjadi bunga plastik dan kursi rumah adalah beberapa contoh implementasi 3R. Kita dapat pula membudayakan menggunakan transportasi publik atau setidaknya mengurangi pemakaian kendaaran pribadi secara kurang teratur atau menggunakan bahan bakar yang memiliki potensi pelepasan karbon yang rendah. Solusi lainnya, kita perlu menanam pohon yang bermanfaat untuk menyerap karbon serta tidak ikutan untuk secara acak dan sewenang-wenang untuk melakukan konversi lahan dengan penebangan dan pengrusakan vegetasi di lahan tersebut. Kita dapat mengoptimalkan pemanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengestimasi dan mengumpulkan informasi secara lengkap (data bank) terkait informasi lingkungan secara real time yang dapat digunakan dalam pembuatan regulasi dan penegakkan hukum. Dengan harapan kedepannya, semakin banyak individu atau kelompok masyarakat yang berani melaporkan pelanggaran lingkungan. Dengan kolaborasi dan kerja sama, kita dapat menjadi kekuatan bersama untuk menjaga bumi kita. (BY KJTS, WAB, SMT)

Categories: Featured OPINI
Library Post: Library Post? Berita Inspiratif dan Edukatif
Related Post